SHALAT



SHALAT

Oleh:

 Muhammad  Noor  Sahid

A. Pengertian shalat

Shalat secara etimologi adalah do’a dan secara terminologi adalah beberapa ucapan dan gerakan-gerakan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.

B.1. Sejarah pensyariatan shalat

Kewajiban menjalankan shalat ditetapkan oleh al qur’an, sunnah, dan ijma’. Seperti ayat yang artinya, “sesungguhnya shalat itu menjadi kewajiban yang telah ditetapkan waktunya bagi orang mukmin”.

Dalam sunnah juga banyak hadits-hadits yang mengatakan kewajiban shalat. Diantaranya  adalah  hadits riwayat ibnu umar dari Muhammad. Yakni,” Islam ditegakkan atas lima perkara  yaitu bersyahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad utusan Allah SAW, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa pada bulan Romadlon, dan menunaikan hajji ke Baitullah bagi yang mampu menjalankannya. ( muttafaqun ‘alaih)
Berdasarkan ijma’ juga, umat islam diwajibkan melaksanakan shalat lima waktu sehari semalam.            

Ibadah shalat mulai diwajibkan (difardlukan) pada malam isra’. Yaitu lima tahun sebelum hijrah . ini adalah menurut pendapat yang masyhur dikalangan ahli sejarah. Pendapat ini berdasarkan hadits riwayat sahabat Anas r.a. Dia mengatakan , “shalat difardlukan kepada nabi Muhammad saw. Pada malam isro’ dengan 50 waktu, kemudian dikurangi hingga menjadi lima waktu.

 Sebagian ulama’ hanafi mengatakan bahwa shalat difardlukan pada malam isro’ sebelum hari sabtu tanggal 17 Ramadlan satu setengah tahun sebelum hijrah. Namun, Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan shalat difardlukan pada tanggal 27 Rajab, dan pendapat ini diikuti oleh umat islam diberbagai Negara.

Hukum shalat adalah fardlu ‘ain bagi tiap mukallaf (orang yang sudah baligh dan berakal). Tetapi apabila seorang anak –anak telah mencapai umur 7 tahun, hendaklah ia disuruh melakukan shalat. Apabila telah mencapai umur 10 tahun, hendaklah ia dipukul dengan tangan – bukan dengan kayu – apabila dia tidak mau mengerjakannya. Hal ini berdasarkan sabda Rosulullah saw. "Suruhlah anakmu shalat semasa umur mereka telah mencapai 7 tahun dan pukullah mereka setelah umur 10 tahun dan pisahlah tempat tidur mereka”.

Shalat yang diwajibkan adalah lima waktu dalam sehari semalam. Orang islam tidak memperslisihkan kewajiban shalat ini. Tidak ada shalat lain yang diwajibkan kecuali karena nadzar. Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang telah lalu dan juga berdasarkan hadits Al-A’robi yang menyebutkan bahwa Rosul SAW bersabda, “ Lima kali shalat dalam sehari semalam”. Kemudian Al-A’robi itu bertanya, “apakah saya mempunyai kewajiban shalat yang lain ? “ Rosulullah menjawab “ Tidak, kecuali shalat sunnah (jika engkau senang melakukannya).

B.2. Macam-macam shalat

Berbicara mengenai macam-macam shalat, sangat banyak sekali yang harus diketahui dan dipelajari. Khususnya bagi seorang muslim yang tingkat kehambaannya rendah minimal harus mengetahui shalat fardlu yang dilakukan lima kali dalam sehari semalam. shalat itu ada yang fardlu dan ada yang sunah misalnya, shalat sunah rowatib yaitu shalat-shalat yang mengiringi shalat fardlu.

Sunnah secara bahasa adalah tambahan secara istilah adalah perbuatan yang apabila dilakukan mendapat pahala, tetapi jika ditinggalkan tidak mendapat siksa.

Ditetapkannya shalat sunah adalah untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan didalam mengerjakan shalat fardlu, bahkan di akhirat kelak  bisa mengganti kedudukan fardlu yang ditinggalkan karena ada udzur ; misalnya lupa.

Shalat sunah ada 2 macam, yang pertama yaitu tidak disunahkan berjama’ah seperti :                  

1.      Shalat rowatib, yaitu 4 rokaat sebelum ashar , 4 rokaat sebelum dan sesudah shalat dhuhur, 2 rokaat sesudah shalat maghrib, 2 rokaat sebelum dan sesudah shalat isya’, 2 rokaat sebelum shalat subuh.

2.      Shalat witir

3.      Shalat dluha

4.      Shalat tahiyyatul masjid

Bagian yang ke dua dari macamnya shalat sunah yaitu shalat sunah yang pelaksanaannya disunahkan berjama’ah, yaitu :

1.      Shalat 2 hari raya

2.      Shalat kusufaini

3.      Shalat istisqo’

4.      Shalat tarawih

Shalat sunah lain yang diperbolehkan berjama’ah atau tidak berjama’ah, misalnya :

Ø  Shalat istikhoroh

Ø  Shalat awwabin

Ø  Shalat 2 rokaat wudlu

Ø  Shalat tahajud

Ø  Shalat tasbih

Demikianlah pembahasan mengenai macam-macam shalat sunah.

3.1. Syarat-syarat shalat

Syarat  ialah  sesuatu tempat tergantung shahnya shalat. Pembahasan syarat lebih sesuai didahulukan dari pada pembahasan rukun. Sebab syarat wajib di penuhi dahulu sebelum shalat, dan tetap terpenuhi selama shalat. Syarat-syarat shalat yaitu:

    Islam, Orang yang tidak Islam tidak wajib mengerjakan shalat.
    Menutup Aurat
    Suci badan, pakaian, dan tempat dari hadast kecil dan besar.

Hadats kecil ialah tidak dalam keadaan berwudhu dan hadats besar adalah belum mandi dari junub. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan basulah  kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah."(Al-Maidah:6)
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam yang artinya :
"Allah tidak akan menerima shalat yang tanpa disertai bersuci". (HR. Muslim)

d. Berakal Sehat, Orang yang tidak berakal sehat seperti orang gila,orang yang mabuk, dan Pingsan tidak wajib mengerjakan shalat, sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya :

"Ada tiga golongan manusia yang telah diangkat pena darinya (tidak diberi beban syari'at) yaitu; orang yang tidur sampai dia terjaga, anak kecil sampai dia baligh dan orang yang gila sampai dia sembuh." (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)

e. Baliqh (Dewasa), Orang yang belum baliqh tidak wajib mengerjakan shalat.

f. Masuk waktu shalat

Shalat tidak wajib dilaksanakan terkecuali apabila sudah masuk waktunya, dan tidak sah hukumnya shalat yang dilaksanakan sebelum masuk waktunya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang artinya sebagai berikut : "Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang diten-tukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (An-Nisa': 103)

3.2. Rukun-rukun shalat

Shalat itu mempunyai rukun-rukun yang apabila salah satunya ditinggalkan maka tidak sah shalatnya. Rukun-rukun tersebut adalah :

a. Berniat; Yaitu niat di hati untuk melaksanakan shalat tertentu, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam yang artinya:  "Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung niatnya". (Muttafaq 'alaih)

Dan niat itu dilakukan bersamaan dengan melaksana-kan takbiratul ihram dan mengangkat kedua tangan, Takbiratul Ihram; Yaitu takbir yang pertama kali diucapkan oleh orang yang mengerjakan shalat sebagai tanda mulai mengerjakan shalat dengan lafazh (ucapan): ."Allaahu Akbar"

 Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam yang artinya : "Kunci shalat itu adalah bersuci, pembatas antara per-buatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat adalah salam." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih )

b. Berdiri bagi yang sanggup. berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang artinya: "Peliharalah segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha (Ashar). Berdirilah karena Allah (dalam shalat-mu) dengan khusyu'." (Al-Baqarah:238)

Dan berdasarkan Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam kepada Imran bin Hushain yang artinya: "Shalatlah kamu dengan berdiri, apabila tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak mampu juga maka shalatlah dengan berbaring ke samping." (HR. Al-Bukhari)

c. Membaca surat Al-Fatihah wajib pada setiap rakaat shalat fardhu dan shalat sunnah; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam yang artinya: "Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah." (HR. Al-Bukhari)
d. Ruku' dengan thuma'ninah; bagi orang yang shalat dengan berdiri minimal adalah menunduk kira-kira dua telapak tangannya sampai kelutut dan yang sempurna yaitu betul-betul menunduk sampai datar/lurus antara tulang punggung dengan lehernya (90 derajat) serta meletakan dua telapak tangan kelutut. Ruku' ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujud-lah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan." (Al-Hajj: 77)

e. I'tidal dengan thuma'ninah ; artinya berdiri lurus seperti pada waktu membaca Fatihah.

f. Sujud dua kali dengan thuma'ninah; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah disebutkan di atas tadi. Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam yang artinya: "Kemudian sujudlah kamu sampai kamu tuma'ninah dalam sujud." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

g. Duduk di antara dua sujud dengan thuma'ninah ; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam yang artinya: "Allah tidak akan melihat kepada shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang punggungnya di antara ruku' dan sujudnya." (HR. Ahmad, dengan isnad shahih)

Duduk dengan tumaninah di lanjutkan Membaca tasyahhud akhir dan shawalat nabi ; Ada-pun tasyahhud akhir itu, maka berdasarkan perkataan Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu yang artinya: "Segala penghormatan, shalawat dan kalimat yang baik bagi Allah. Semoga kesejahteraan, rahmat dan berkah Allah dianugerahkan kepadamu wahai Nabi. Semoga kesejahteraan dianugerahkan kepada kita dan hamba-hamba yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulNya." (HR. An-Nasai, Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi dengan sanad shahih)

Dan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam: "Apabila salah seorang di antara kamu duduk (tasyah-hud), hendaklah dia mengucapkan: 'Segala penghormatan, shalawat dan kalimat-kalimat yang baik bagi Allah'." (HR. Abu Daud, An-Nasai dan yang lainnya, hadits ini shahih dan diriwayatkan pula dalam dalam "Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim")

Adapun duduk untuk tasyahhud itu termasuk rukun juga karena tasyahhud akhir itu termasuk rukun

h. Membaca salam. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam: "Pembuka shalat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat adalah salam." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih)
i. Tertib (Melakukan rukun-rukun shalat secara ber-urutan) Oleh karena itu janganlah seseorang membaca surat Al-Fatihah sebelum takbiratul ihram dan jangan-lah ia sujud sebelum ruku'. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam yang artinya : "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat." (HR. Al-Bukhari)

Maka apabila seseorang menyalahi urutan rukun shalat sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, seperti mendahulukan yang semestinya diakhirkan atau sebaliknya, maka batallah shalatnya.

3.3 Kaifiyah shalat

Kaifiyah merupakan bahasa arab yang mempunyai  arti tata cara. Yang mana kaifiyah shalat adalah tata caranya shalat. Adapun kaifiyah shalat sebagai berikut:

·         Berdiri tegak menghadap kiblat, kedua kaki direnggangkan kira-kira sejengkal tangan. Punggung tegak dan pandangan menghadap ketempat sujud. Tidak boleh tengok kanan dan tengok kiri.

·         Niat dilaksanakan bersamaan takbirotul ihrom karena definisi niat secara etimologi adalah القصد  (menyengaja) dan secara terminologi adalah menyengaja sesuatu yang disertai dengan melakukannya. Tempatnya niat itu didalam hati dan hukumnya niat itu wajib kalau melafalkan itu sunah. Apabila ada orang shalat mengucapkan niat shalat, tetapi pada saat takbiritul ihrom hatinya tidak niat maka shalat orang tersebut tidak sah.

·         Takbirotul ihrom yaitu mengangkat kedua tangan dengan membaca takbir yang mana hamzah lafadz allah, ha’ lafadz allah, dan ba’ lfadz akbar harus dibaca pendek. ketentuan mengangkat kedua tangan yaitu jari-jari merenggang dan kedua ibu jari berada dibawah ujung daun telinga. Kemudian kedua tangan disedakapkan dibawah dada dan diatas pusar. Tangan kanan diletakkan diatas tangan kiri.

·         Membaca do’a iftitah, hukumnya sunah dan dibaca setelah takbirotul ihrom.

·         Membaca surat fatihah, pada saat menjadi imam disunahkan mengeraskan bacaannya. Kesunahan mengeraskan bacaan pada saat menjadi imam shalat yaitu ketika shalat maghrib, isya’, dan subuh. Pada saat imam membaca “ amin “ ma’mum juga mengucapkan “ amin “. Dilanjutkan membaca surat atau ayat al qur’an.

·         Ruku’ yaitu membungkukkan badan dan kedua tangan diletakkan pada kedua lutut yang mana antara punggung dan pundak itu rata atau lurus seperti papan, dilanjutkan membaca tasbih.

·         I’tidal  yaitu bangun dari ruku’ dan mengangkat kedua tangan. I’tidal pada rokaat ke dua shalat subuh dan shalat witir dalam separuh bulan romadlon ditambah dengan do’a qunut . ketika menjadi imam dlomir mutakalim wahdah diganti dengan dlomir mutakalim ma’al ghoir.

·         Sujud itu hendaknya mendahulukan kedua lutut dan dilanjutkan kedua telapak tangan. Bagi pria siku direnggangkan, bagi wanita sikunya ditempelkan dengan perut. Antara dahi dan hidung harus ditempelkan pada lantai dan tidak boleh terhalang oleh apapun. Untuk pantat harus diangkat lebih tinggi dari kepala, dan kakinya dijinjitkan.

·         Duduk antara dua sujud atau duduk iftiros, yaitu menduduki kaki kiri,telapak kaki kanan ditegakkan dan dijinjitkan , kedua telapak kanan diletakkan diatas kedua paha, dilanjutkan sujud kedua.

·         Duduk tahiyat awal dan tahiyat akhir. Tata cara duduk tahiyat awal sama dengan duduk iftiros. Pada sat membaca syahadat tepatnya pada lafadz الا الله, telunjuk tangan kanan didudingkan kedepan yang bertujuan tauhid bahwa tidak ada Tuhan yang  haq disembah kecuali Allah SWT. Duduk tahiyat akhir atau dinamakan dengan duduk tawaruk yaitu kaki kiri berada dibawah kaki kanan dan pantat duduk diatas lantai.

·         Dua kali salam, salam yang pertama hukumnya wajib dan salam yang kedua hukumnya sunah , yang mana semua anggota badan tidak boleh bergerak kecuali kepala.

                                                                               

4. Waktu-waktu shalat

Subuh, terdiri dari 2 raka'at. Waktu Shubuh diawali dari munculnya fajar shaddiq, yakni cahaya putih yang melintang di ufuk timur. Waktu shubuh berakhir ketika terbitnya Matahari.

Zuhur, terdiri dari 4 raka'at. Waktu Zhuhur diawali jika Matahari telah tergelincir (condong) ke arah barat, dan berakhir ketika masuk waktu Ashar.

Asar, terdiri dari 4 raka'at. Waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Ashar berakhir dengan terbenamnya Matahari.

Magrib, terdiri dari 3 raka'at. Waktu Maghrib diawali dengan terbenamnya Matahari, dan berakhir dengan masuknya waktu Isya.

Isya, terdiri dari 4 raka'at. Waktu Isya' diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit barat, dan berakhir hingga terbitnya fajar shaddiq.

5.1 Hikmah-hikmah Shalat

Kita sebagai manusia dengan keterbatasan tidak mungkin mengetahui dan mengungkap seluruh hikmah yang terkandung dalam apa yang Allah syariatkan dan tetapkan. Apa yang kita ketahui dari hikmah Allah hanyalah sebagian kecil, dan yang tidak kita ketahui jauh lebih besar, “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra`: 85).

Sekecil apapun dari hikmah Allah dalam sesuatu yang bisa kita ketahui, hal itu sudah lebih dari cukup untuk mendorong dan memacu kita untuk melakukan sesuatu tersebut karena pengetahuan tentang kebaikan sesuatu melecut orang untuk melakukannya.

Imam Qatadah berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan sesuatu kepada kalian bukan karena berhajat padaNYa, dan tidak melarang sesuatu atas kalian karena bakhil. Akan tetapi Dia memerintahkan sesuatu pada kalian karena di dalamnya terdapat kemaslahatan untuk kalian, dan melarang sesuatu karena di dalamnya terdapat mafsadat (kerusakan). Oleh karenanya bukan hanya satu tempat di dalam al-Qur’an yang memerintahkan berbuat perbaikan dan melarang berbuat kerusakan.”

Ibadah shalat yang merupakan ibadah teragung dalam Islam termasuk ibadah yang kaya dengan kandungan hikmah kebaikan bagi orang yang melaksanakannya.

Di antara hikmah-hikmah shalat adalah:

·         Pertama: Manusia memiliki dorongan nafsu kepada kebaikan dan keburukan, yang pertama ditumbuhkan dan yang kedua direm dan dikendalikan. Sarana pengendali terbaik adalah ibadah shalat. Kenyataan membuktikan bahwa orang yang menegakkan shalat adalah orang yang paling minim melakukan tindak kemaksiatan dan kriminal, sebaliknya semakin jauh seseorang dari shalat, semakin terbuka peluang kemaksiatan dan kriminalnya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala;

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45).

·         Kedua: Seandainya seseorang telah terlanjur terjatuh kedalam kemaksiatan dan hal ini pasti terjadi karena tidak ada menusia yang ma’shum (terjaga dari dosa) selain para nabi dan rasul, maka shalat merupakan pembersih dan kaffarat terbaik untuk itu.

Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam bersabda, “Menurut kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah seorang dari kalian di mana dia mandi di dalamnya setiap hari lima kali, apakah masih ada kotorannya yang tersisa sedikit pun?” Mereka menjawab,”Tidak ada kotoran yang tersisa sedikit pun.” Rasulullah saw bersabda, “Begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

·         Ketiga: Hidup manusia tidak terbebas dari ujian dan cobaan, kesulitan dan kesempitan dan dalam semua itu manusia memerlukan pegangan dan pijakan kokoh, jika tidak maka dia akan terseret dan tidak mampu mengatasinya untuk bisa keluar darinya dengan selamat seperti yang diharapkan, pijakan dan pegangan kokoh terbaik adalah shalat, dengannya seseorang menjadi kuat ibarat batu karang yang tidak bergeming di hantam ombak bertubu-tubi.

Firman Allah, (artinya) “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (Al-Baqarah: 45).

Firman Allah, (artinya), “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.” (Al-Ma’arij: 19-23).

Sebagian dari hikmah yang penulis sebutkan di atas cukup untuk membuktikan bahwa shalat adalah ibadah mulia lagi agung di mana kita membutuhkannya dan bukan ia yang membutuhkan kita, dari sini kita mendapatkan ayat-ayat al-Qur`an menetapkan bahwa perkara shalat ini merupakan salah satu wasiat Allah kepada nabi-nabi dan wasiat nabi-nabi kepada umatnya.

5.2.Filosofi Shalat

Rasulullah  SAW  sekembali dari Isra dan Mikraj mendapat  perintah shalat.

Nabi Muhammad  Shalallohu 'alaihi  wasalam  menyebutkan  ibadah yang wajib dikerjakan setiap umat Islam.

Shalat merupakan Ibadah yang paling utama. Bahkan  ibadah shalat dapat menjadi barometer dari setiap ibadah dan amal manusia di akhirat.

Sholat yang telah Kita lakukan selama ini tentu bukan sekedar  kewajiban, namun juga merupakan  kebutuhan  untuk  jiwa  kita. Merupakan sarana  agar  kita  dapat  menjalin hubungan erat dengan sang Maha  Pencipta.

Dalam Ibadah Shalat ada takbiratul Ihram dengan mengucapkan Allahu akbar. Jika diterjemakan ke dalam bahasa Indonesia artinya Allah Maha Besar. Mafhumnya adalah bahwa segala sesuatu selain Allah adalah kecil termasuk kita sendiri. Tak patut kita menyombongkan diri dengan apa yang kita sandang dan kita miliki. Karena pada hakikatnya semua yang kita sandang dan kita miliki  sepenuhnya adalah milik Allah. Kita hanya di amanati dan dititipi saja. Selayaknya jika kita merasa hanya dititipi tak pantas rasanya bersombong diri dengan titipan tersebut.

Termasuk kekuatan dan kesehatan. Manakala Allah mengambilnya kembali seharusnya kita ridlo menerimanya.

Allah Maha Kuasa memiskinkan orang  yang  kaya  raya  dalam hitungan detik saja. Menjadikan orang pandai menjadi pikun dalam sekejap saja. Menjadikan hina orang  yang  dimuliakan  manusia  dalam  hitungan menit  saja.  Kita semua milik Allah dan semuanya akan kembali kepada Allah SWT.

Sedikit kupasan rahasianya mengapa Allah menyuruh kita untuk melaksanakan shalat minimal lima kali dalam sehari. Dengan penghayatan yang mendalam terhadap makna yang terkandung dalam ajaran shalat dan itu diulangi sebanyak lima kali setiap harinya, maka hal ini akan membawa pengaruh pada kesehatan fisik dan psychis. Dengan shalat jiwa kita menjadi suci. Tidak ada sifat keserakahan yang  menjerumuskan kita pada sikap  merendahkan orang lain. Dengan hilangnya sifat-sifat syaithaniyah inilah akan membawa kita pada kesuksesan. Dengan hilangnya penyakit-penyakit yang ada dalam jiwa ini, jiwa akan cenderung untuk melakukan kebaikan.

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat kami simpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1.   Shalat  merupakan penyerahan diri secara totalitas untuk menghadap Tuhan, dengan perkataan dan perbuatan menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara.

2.   Shalat merupakan suatu kewajiban bagi ummat islam, akan tetapi ketika seseorang hendak melaksanakan shalat ada beberapa hal yang harus di penuhi dalam pelaksanaan shalat tersebu yakni syarat-syarat  shalat  jika  tidak tepenuhi maka gugurlah shalat seseorang itu.

3.   Shalat yang  wajib di kerjakan oleh  tiap  mukallaf  ialah  dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh.

4.   Diantara hikmah mendirikan shalat yaitu:

a. Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar

b. Shalat mendidik perbuatan baik dan jujur

B.     Saran

Kehidupan dunia yang begitu pelik dan penuh dengan problematika, seakan-akan telah menyadarkan kita akan keberadaan kita sebagai makhluk yang lemah lagi miskin.

Pada ujung kesadaran tersebut, kita pun memahami bahwa hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan dan jalan keluar dari berbagai problema kehidupan kita.

Oleh sebab itu, Allah SWT memberikan jalan pintas untuk mengadukan segala permasalahan hidup kita sekaligus mendapat pertolongan dari-Nya secara langsung melalui shalat, maka kita harus berusaha menghadirkan kekhusyukan dalam shalat. Dengan melandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

DAFTAR PUSTAKA

Az Zuhaili, Watiban. Prof., Dr., Fiqh islam, Gema Insani Darul Fikr, Jakarta, 2010.

As’ad, Aliy. Drs., H., Tarjamah fathul mu’in, Menara Kudus, Yogyakarta, 1979.

Muhammad, Abi abdillah,.Fathul Qorib Al-Mujib, Putra Semarang,tanpa tahun.

As’ad Aliy, Fathul Mu’in (Kudus : Menara Kudus, 1979 M).

Bagikan ke

Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.
300x250

0 Response

© 2013 Steven sahid - All Rights Reserved
Back to Top