HAK ASASI MANUSIA
Oleh:
Muhammad Noor Sahid
Muhammad Noor Sahid
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
PEMBAHASAN
Setelah demokrasi, penegakan hak asasi manusia (HAM) merupakan elemen penting untuk mewujudkan sebuah Negara yang berkeadaban. Demokrasi dan HAM ibarat dua mata uang yang saling menopang dengan yang lain. Jika dua unsur ini berjalan dengan baik, pada akhirnya akan melahirkan sebuah tatanan masyarakat yang demokratis, egaliter dan kritis terhadap pelanggaran HAM.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
PEMBAHASAN
Setelah demokrasi, penegakan hak asasi manusia (HAM) merupakan elemen penting untuk mewujudkan sebuah Negara yang berkeadaban. Demokrasi dan HAM ibarat dua mata uang yang saling menopang dengan yang lain. Jika dua unsur ini berjalan dengan baik, pada akhirnya akan melahirkan sebuah tatanan masyarakat yang demokratis, egaliter dan kritis terhadap pelanggaran HAM.
A. PENGERTIAN HAM
Ham adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai anugrah dari Tuhan yang harus di hormati dan di junjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemeritah, dan setiap orang demi harkat dan martabat manusia. Ham menurut Teacing Human Rights yang diterbitkan oleh PBB adalah Hak-hak yang melekat pada setiap manusia. Yang tanpanya mustahil manusia biasa hidup, hak hidup contohnya adalah klaim atau hak untuk melakukan segala sesuatu agar seseorang dapat tetap hidup .
Ham menurut John Locke adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan YME sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Yaitu hak dasar yang dimiliki manusai sejak lahir sebagai anugrah dari Tuhan.
Menurut UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dalam salah satu bunyi pasal 1 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan YME dan merupakan anugrah-Nya yang wajib di hormati, di junjug tinggi dan di lindungi oleh Negara hukum dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia .
B. PERKEMBANGAN HAM
1. Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Kalangan ahli HAM menyatakan bahwa sejarah perkembangan HAM bermula dari kawasan Eropa. Kemunculannya diawali dengan munculnya Magna Charta yang membatasi kekuasan raja-raja atau penguasa .kekuasan absolut Raja seperti menciptakan hukum, namun tidak terkait dengan peraturan yang mereka buat sendiri, menjadi dibatasi dan kekuasan mereka harus dipertangung jawabkan secara hukum. Sejak 1215 yaitu lahirnya Magna Charta kekuasan penguasa dan raja-raja menjadi dibatasi, mereke harus mempertangung jawabkan kebijakan pemerintahannya di hadapan parlemen.
Pada tahun 1689 lahir Undang-undang Hak Asasi Manusia (Bill Of Rights) di Inggris dan pada masa itulah muncul istilah equality before the law (manusia adalah sama dimuka hukum ). Pandangan ini mendorong munculnya wacana negara hukum dan Negara demokrasi. Menurut Bill Of Rights asas persaman harus diwujudkan betapapun berat rintangan yang harus di hadapi karena tanpa hak persaman hak kebebasan mustahil terwujud.
Dalam konferensi buruh internasional di Phila Delphia, Amerika Serikat pada tahun 1944 di hasilkan sebuah deklarasi HAM yang memuat pentingnya menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan social dan perlindungan seluruh manusia apapun ras, kepercayaannya, dan jenis kelaminya. Deklarasi ini juga memuat prinsip HAM yang menyerukan jaminan semua orang untuk mengejar pemenuhan kebutuhan material, sepiritual secara bebas dan bermartabat serta jaminan ke amanan ekonomi dan kesempatan yang sama. Ini dijadikan dasar perumusan Deklarasi Universal HAM (DUHAM) yang dikukuhkan oleh PBB dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada tahun 1948.
Menurut DUHAM ada lima jenis hak asasi yang dimiliki setiap individu yaitu hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi ), hak legal (hak jaminan perlindungan hukum) hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak jaminan adanya sumberdaya untuk menunjang kehidupan) dan hak ekonomi social dan budaya.
2. Setelah Deklarasi Universal HAM 1948
Dibagi atas empat kurun generasi yaitu:
Generasi pertama, disini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang politik dan hukum. Dampak Perang Dunia II sangat mewarnai generasi ini dimana totaliterisme dan munculnya Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan tertib hukum yang sangat kuat seperti hak-hak yuridis antara lain: hak hidup, hak untuk tidak menjadi budak, hak untuk tidak disiksa, hak kesamaan dan keadilan dalam proses hukum (Fair Trail), hak praduga tidak bersalah.
Generasi kedua, pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis saja seperti diatas tetapi juga menyerukan hak-hak social, ekonomi, politik, dan budaya.
Generasi ketiga, generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antar hak ekonomi, social, budaya, dan politik serta hukum dalam satu bagian integral yang dikenal dengan istilah Hak-Hak melaksanakan pembangunan (The Rights Of Delopment).
Generasi ke-empat, peran dominan Negara dalam proses pembangunan ekonomi dan kecenderungan pangabaikan aspek kesejahteraan rakyat mendapat sorotan tajam kalangan generasi HAM ini pemikiran generasi ini dipelopori Negara kawasan Asia pada tahun 1983 melahirkan deklarasi ham yang dikenal dengan Declaration Of The Basic Duties Of Asia Popleand Government. Deklarasi ini tidak hanya mencakup tututan structural saja tetapi juga menyerukan terciptnya tatanan social yang berkeadilan.
3. Perkembangan HAM di Indonesia.
Wacana HAM di Indonesia yang telah berlangsung seiring berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. HAM di Indonesia dibagi menjadi dua periode: sebelum kemrdekaan (1908-1945), dan sesudah kemerdekaan (1945-sekarang).
a. Periode sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM pada masa sebelum kemerdekaan dapat dilihat dalam sejarah kemunculan organisasi. Pergerakan Nasonal Budi Oetomo (1908), Sarekat Islam (1911), Indesche Partij (1912), Perhimpunan Indonesia (1925), Partai Nasional Indonesia (1927). Lahirnya pergerakan–pergerakan seperti ini tak lepas dari pelangaran HAM yang dilakukan oleh penguasa (penjajah). Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia Boedi Oetomo merupakan organisasi pertama yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang di tunjukan ke pada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar.
b. Periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)
Perdebatan tentang HAM berlanjut sampai periode paska kemrdekaan:
1. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode ini menekankan wacana untuk merdeka (Self Determination), hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik mulai didirikan, serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di Parlemen.
2. Periode 1950-1959
Periode ini dikenal dengan periode parlementer, menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM di Indonesia tercrmin dalam empat indikator HAM:
a. munculnya partai politik dengan berbagai idiologi.
b. adanya kebebasan pers.
c. pelaksanan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratris.
d. kontrol parlemen atas eksekutif.
3. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya demokrasi liberal dan digantikan dengan demokrasi terpimpin yang terpusat pada kekuasan persiden Seokarno, demokrasi terpimpin (Guided Democracy) tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Seokarno terhadap demokrasi parlementer yang dinilai merupakan produk barat.
Melalui sistem demokrasi terpimpin kekuasan terpusat di tangan persiden. Persiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen. Sebaliknya parlemen dikendalikan oleh persiden. Kekuasaan persiden Sokarno bersifat absolut, bahkan dinobatkan sebagai persiden seumur hidup. Dan akhir pemerintahan peresiden Seokarno sekaligus sebagai awal Era pemerintahan orde baru yaitu masa pemerintahan persiden Seoharto.
4. Periode 1966-1998
Pada mulanya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi penegakan HAM di Indonesia. Janji–janji Orde Baru tentang HAM mengalami kemunduran pesat pada tahu 1970-an hingga 1980-an. Setelah mendapat mandat konstitusional dari siding MPRS. Orde Baru menolak ham dengan alasan HAM dan Demokrasi merupakan produk barat yang individualistik yang militeristik. Bertentangan dengan prinsip lokal Indonesia yang berprinsip gotong-royong dan kekeluargaan.
5. Periode paska orde baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia, setelah terbebas dairi pasungan rezim Orde baru dan merupakan awal datangnya era demokrasi dan HAM yang kala itu dipimpin oleh Bj.Habibie yang menjabat sebagai wakil presiden. Pada masa pemerintahan Habibie misalnya perhatian pemerintah terhadap pelaksanan HAM mengalami perkembangan yang sangat segnifikan, lahirnya TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator pemerintah era reformasi.
Komitmen pemerintah juga ditunjukan dengan pengesahan tentang salah satunya, UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, pengesahan UU No.23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
C. Bentuk-bentuk HAM
Secara operasional, beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut:
1. Hak untuk hidup
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak mengembangkan diri
4. Hak memperoleh keadilan
5. Hak atas kebebasan pribadi
6. Hak atas rasa aman
7. Hak atas kesejahteraan
8. Hak turut serta dalam pemerintahan
9. Hak wanita
10. Hak anak
Hak dan Kewajiban
Hak kebebasan harus diimbangi oleh kewajiban yang harus dilakukan oleh warga Negara. Hubungan antara hak dan kewajiban juga berlaku dalam hal hubungan antara warga Negara dan Negara atau pemerintah. Semua warga Negara memiliki hak mendapatkan rasa aman dari aparat Negara tanpa perbedaan status sosial, tetapi mereka pun berkewajiban membayar pajak pada Negara.
Hak tidak bisa dipisahkan dari kewajiban. Seseorang berhak untuk melakukan apapun kehendak dan cita-citanya, namun ia dibatasi oleh kewajiban untuk tidak melanggar hak orang lain untuk memperoleh ketenangan dan rasa aman. Dengan ungkapan lain, kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain untuk mendapatkan kebebasan yang sama. Keterbatasan inilah yang dicerminkan dalam keseimbangan antara hak dan kewajiban warga Negara. Seseorang bebas untuk beribadah menurut keyakinannya, tetapi sebagai warga Negara dia memiliki kewajiban untuk memelihara hak orang lain dalam mendapat ketenangan dan kenyamanan dari sikap dan pandangan keagamaannya.
Secara teoritis, keseimbangan antara hak dan kewajiban dapat dirujuk pada pandangan A. Gewirth maupun Joel Feinberg. Menurut mereka, hak adalah klaim yang absah atau keuntungan yang didapat dari pelaksanaan sebuah kewajiban. Hak diperoleh bila kewajiban terkait telah dilaksanakan.
Karenanya, hak tidak bersifat absolut, tetapi selalu timbal balik dengan kewajiban. Hak untuk hidup misalnya, akan dilanggar bila seseorang tidak melaksanakan kewajiban untuk tidak membunuh orang atau kelompok lain, karena hak dan kewajiban merupakan kesatuan yang tak terpisahkan, maka kita tidak akan memperoleh hak tanpa melaksanakan kewajiban atau dibebani suatu kewajiban oleh Negara tanpa ada keuntungan untuk memperolh hak sebagai warga Negara.
D. Hak Asasi Manusia antara Universalitas dan Relativitas
Subtasi Ham Bersifat Universal, Mengingat sifatnya sebagai pemberian Tuhan, Dunia tidak pernah sepi dari perdebatan dalam pelaksanaan HAM. Setiap Negara sepakat dengan prinsip universal HAM. tetapi memiliki perbedaan pandangan dan cara pelaksanaan HAM. Hal demikian sering kali disebut dengan istilah wacana universalitas dan lokalitas atau partikularitas HAM. Partikularitas HAM terkait dengan kekhususan yang dimiliki suatu Negara atau kelompok sehingga tidak sepenuhnya dapat melaksanakan Prinsip-prinsip HAM universal. kekhususan tersebut biasa saja bersumber pada kekhasan nilai budaya, agama, dan tradisi setempat, Misalnya, hidup serumah tanpa ikatan nikah (kumpul kebo) atau berciuman di muka umum dalam perspektif HAM diperbolehkan, tetapi tradisi ajaran dalam islam memvonis keduanya sebagai praktik yang diharamkan. Hal serupa dapat dianalogikan pada masalah prinsip kebebasan beragama setiap orang yang dijamin oleh HAM. Namun, prinsip universal kebebasan berkenyakinan ini menjadi gugur mana kala setiap pemeluk agama mengajarkan dan menyebarkan ajaran agamanya kepada keluarga dan anggota kelompoknya sebagai pelaksanaan ajaran agama yang diyakininya. Contoh tersebut tidak dapat digolongkan ke dalam pelanggaran HAM sepanjang unsur-unsur yang terlibat tidak dirugikan hak dasarnya sebagai manusia.
Perdebatan antara universalitas dan pratikular HAM tercemin dalam dua teori yang saling berlawanan: teori relativisme cultural dan teori universalitas HAM. Teori relativisme cultural berpandangan bahwa nilai-nilai moral dan budaya bersifat particular. Para penganut teori ini berpendapat bahwa tidak ada hak yang universal, semua tergantung pada kondisi social kemasyarakat yang ada. Hak-hak dasar biasa diabaikan atau disesuaikan dengan praktik-praktik social. Oleh karenanya , ketika berbenturan dengan nilai-nilai lokal maka HAM harus dikontektualisasikan, sehingga nilai-nilai moral HAM bersifat lokal dan spesifik dan hanya berlaku khusus pada suatu Negara lain. Di sisi lain kelompok kedua yang berpegang pada teori radikal universalitas beragumen bahwa perbedaan kebudayaan bukan berarti membenarkan perbedaan konsepsi HAM. dan perbedaan pengalaman historis dan system nilai tidak meniscanyakan HAM dipahami secara berbeda dan diterapkan secara berbeda pula dari suatu kelompok ke klompok budaya lain. Teori radikal universalitas berpandangan bahwa semua nilai termasuk nilai-nilai HAM adalah bersifat universal dan tidak bias dimodifikasi untuk menyesuiakan adanya perbedaan budaya dan sejarah suatu Negara. ini menganggap hanya ada satu paket pemahaman mengenai HAM berlaku secara universal.
E. Pelanggaran-pelanggaran dalam HAM
Pelanggaran HAM dikelompokan pada dua bentuk yaitu: pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan.
Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusian. Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari dua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnakan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara:
1. membunuh anggota kelompok
2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok
3. menciptakan kondisi kehiduan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagainya
4. memasakan tindakan –tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran didalam kelompok
5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke klompok yang lain
Sedangkan kejahatan kemanusian adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahui bahwa serangan tersebut ditunjukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa:
1. pembunuhan
2. pemusnahan
3. pengusiran atau memindah penduduk secara paksa
4. perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (azas-azas) ketentuan pokok hokum internasional
5. penyiksaan
6. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan lain yang setara
7. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik , ras, kebangsaan, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan yang lain yang elah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hokum internasional
8. kejahatan ampartheid, penindasan dan dominasi suau kelompok ras lain untuk mempertahankan dominasi dan kekuasaanya.
F. Islam dan HAM
Islam adalah agama universal yang mengajarkan keadilan bagi semua manusia tanpa pandang bulu. Ajaran islam mengandung unsur-unsur keyakinan (akidah), ritual (ibadah), dan pergaulan social (mu;amalat). Dimensi akidah memuat ajaran tentang keimanan, dimensi ibadah memuat ajaran tentang mekanisme pengabdian manusia terhadap Allah, sedangkan dimensi mu’amalat memuat ajaran tentang hubungan manusia denan sesama manusia dan dengan alam sekitar. Seluruh unsur-unsur ajaran tersebut dilandasi oleh ketentuan-ketentuan yang disebut dengan istilah syari’at (fiqih). Dalam konteks syari’at inilah terdapat ajaran tentang hak asasi manusia (HAM).
Sebagai agama kemanusiaan islam meletakkan manusia pada posisi yang sangat mulia. Manusia digambarkan didalam al-Qur’an sebagai makhluk yang paling sempurna dan harus dimuliakan. Bersandar dari pandangan kitab suci ini, perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam islam tidak lain merupakan tuntutan dari ajaran islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap pemeluknya. Bersikap adil terhadap manusia tanpa pandang bulu adalah esensi dari ajaran islam.
Menurut Islam, hak dan kewajiban adalah dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan satu dengan yang lain. Sebagai contoh, sekalipun islam melindungi hak seseorang atas kepemilikan property dan kekayaan, agama ini juga memerintahkan untuk mengeluarkan zakat yang salah satu tujuannya untuk melindungi hak hidup orang miskin. Bahwa dalam islam disebutkan bahwa dalam harta yang dimiliki oleh seseorang terdapat hak orang lain. Dengan demikian, dalam Islam hak yang kita miliki tidak bersifat absolut, melainkan selalu dibatasi oleh hak orang lain dan tergantung pada pemenuhan kewajiban oleh orang lain.
Wacana HAM bukanlah sesuatu yang baru dalam sejarah peradapan Islam. Bahkan para ahli mengatakan bahwa wacana tentang HAM dalam Islam jauh lebih awal dibandingkan dengan konsep HAM yang muncul di Barat. Menurut mereka, Islam datang dengan membawa pesan universal HAM. Konsepsi Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam, al-Qur’an dan Hadist. Keduanya adalah sumber normatif. Praktek HAM juga dapat dijumpai pada praktek kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad SAW, yang dikenal dengan sebutan sunnah Nabi Muhammad. Tonggak sejarah Islam sebagai agama yang memili komitmen sangat tinggi kepada hak asasi manusia secara universal dibuktikan dengan deklarasi Nabi Muahammad di Madinah yang biasa dikenal dengan nama Piagam Madinah.
Menurut tingkatannya, terdapat tiga bentuk hak asasi manusia dalam Islam. Pertama, hak darury (hak dasar), sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hanya membuat manusia sengsara. Contoh sederhana hak ini adalah hak untuk hidup, hak atas keamanan, dan hak memiliki harta benda. Kedua, hak sekunder (hajy), yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat pada hilangnya hak-hak dasarnya sebagai manusia. Misalnya, jika seseorang kehilangan haknya untuk memperoleh sandang pangan yang layak, maka akan berakibat hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakin hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder.
Dalam lapangan social, Islam menekankan kemuliaan manusia berdasarkan pada peran sosialnya. Kualitas manusia menurut islam diukur dari tingkatan kebermanfaatannya seseorang bagi seseorang sekitarnya. Dalam suatu hadist, Nabi bersabda “sebaik-baiknya muslim adalah individu yang mampu menjadikan saudaranya merasa aman dari (kejahatan) tangan dan perkataan”. Jika demikian, Islam tidak lain adalah agama HAM.
PENUTUP
A. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM.
B. Saran
Sebagai makhluk social kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain.
Ham menurut John Locke adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan YME sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Yaitu hak dasar yang dimiliki manusai sejak lahir sebagai anugrah dari Tuhan.
Menurut UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dalam salah satu bunyi pasal 1 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan YME dan merupakan anugrah-Nya yang wajib di hormati, di junjug tinggi dan di lindungi oleh Negara hukum dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia .
B. PERKEMBANGAN HAM
1. Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Kalangan ahli HAM menyatakan bahwa sejarah perkembangan HAM bermula dari kawasan Eropa. Kemunculannya diawali dengan munculnya Magna Charta yang membatasi kekuasan raja-raja atau penguasa .kekuasan absolut Raja seperti menciptakan hukum, namun tidak terkait dengan peraturan yang mereka buat sendiri, menjadi dibatasi dan kekuasan mereka harus dipertangung jawabkan secara hukum. Sejak 1215 yaitu lahirnya Magna Charta kekuasan penguasa dan raja-raja menjadi dibatasi, mereke harus mempertangung jawabkan kebijakan pemerintahannya di hadapan parlemen.
Pada tahun 1689 lahir Undang-undang Hak Asasi Manusia (Bill Of Rights) di Inggris dan pada masa itulah muncul istilah equality before the law (manusia adalah sama dimuka hukum ). Pandangan ini mendorong munculnya wacana negara hukum dan Negara demokrasi. Menurut Bill Of Rights asas persaman harus diwujudkan betapapun berat rintangan yang harus di hadapi karena tanpa hak persaman hak kebebasan mustahil terwujud.
Dalam konferensi buruh internasional di Phila Delphia, Amerika Serikat pada tahun 1944 di hasilkan sebuah deklarasi HAM yang memuat pentingnya menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan social dan perlindungan seluruh manusia apapun ras, kepercayaannya, dan jenis kelaminya. Deklarasi ini juga memuat prinsip HAM yang menyerukan jaminan semua orang untuk mengejar pemenuhan kebutuhan material, sepiritual secara bebas dan bermartabat serta jaminan ke amanan ekonomi dan kesempatan yang sama. Ini dijadikan dasar perumusan Deklarasi Universal HAM (DUHAM) yang dikukuhkan oleh PBB dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada tahun 1948.
Menurut DUHAM ada lima jenis hak asasi yang dimiliki setiap individu yaitu hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi ), hak legal (hak jaminan perlindungan hukum) hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak jaminan adanya sumberdaya untuk menunjang kehidupan) dan hak ekonomi social dan budaya.
2. Setelah Deklarasi Universal HAM 1948
Dibagi atas empat kurun generasi yaitu:
Generasi pertama, disini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang politik dan hukum. Dampak Perang Dunia II sangat mewarnai generasi ini dimana totaliterisme dan munculnya Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan tertib hukum yang sangat kuat seperti hak-hak yuridis antara lain: hak hidup, hak untuk tidak menjadi budak, hak untuk tidak disiksa, hak kesamaan dan keadilan dalam proses hukum (Fair Trail), hak praduga tidak bersalah.
Generasi kedua, pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis saja seperti diatas tetapi juga menyerukan hak-hak social, ekonomi, politik, dan budaya.
Generasi ketiga, generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antar hak ekonomi, social, budaya, dan politik serta hukum dalam satu bagian integral yang dikenal dengan istilah Hak-Hak melaksanakan pembangunan (The Rights Of Delopment).
Generasi ke-empat, peran dominan Negara dalam proses pembangunan ekonomi dan kecenderungan pangabaikan aspek kesejahteraan rakyat mendapat sorotan tajam kalangan generasi HAM ini pemikiran generasi ini dipelopori Negara kawasan Asia pada tahun 1983 melahirkan deklarasi ham yang dikenal dengan Declaration Of The Basic Duties Of Asia Popleand Government. Deklarasi ini tidak hanya mencakup tututan structural saja tetapi juga menyerukan terciptnya tatanan social yang berkeadilan.
3. Perkembangan HAM di Indonesia.
Wacana HAM di Indonesia yang telah berlangsung seiring berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. HAM di Indonesia dibagi menjadi dua periode: sebelum kemrdekaan (1908-1945), dan sesudah kemerdekaan (1945-sekarang).
a. Periode sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM pada masa sebelum kemerdekaan dapat dilihat dalam sejarah kemunculan organisasi. Pergerakan Nasonal Budi Oetomo (1908), Sarekat Islam (1911), Indesche Partij (1912), Perhimpunan Indonesia (1925), Partai Nasional Indonesia (1927). Lahirnya pergerakan–pergerakan seperti ini tak lepas dari pelangaran HAM yang dilakukan oleh penguasa (penjajah). Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia Boedi Oetomo merupakan organisasi pertama yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang di tunjukan ke pada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar.
b. Periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)
Perdebatan tentang HAM berlanjut sampai periode paska kemrdekaan:
1. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode ini menekankan wacana untuk merdeka (Self Determination), hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik mulai didirikan, serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di Parlemen.
2. Periode 1950-1959
Periode ini dikenal dengan periode parlementer, menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM di Indonesia tercrmin dalam empat indikator HAM:
a. munculnya partai politik dengan berbagai idiologi.
b. adanya kebebasan pers.
c. pelaksanan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratris.
d. kontrol parlemen atas eksekutif.
3. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya demokrasi liberal dan digantikan dengan demokrasi terpimpin yang terpusat pada kekuasan persiden Seokarno, demokrasi terpimpin (Guided Democracy) tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Seokarno terhadap demokrasi parlementer yang dinilai merupakan produk barat.
Melalui sistem demokrasi terpimpin kekuasan terpusat di tangan persiden. Persiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen. Sebaliknya parlemen dikendalikan oleh persiden. Kekuasaan persiden Sokarno bersifat absolut, bahkan dinobatkan sebagai persiden seumur hidup. Dan akhir pemerintahan peresiden Seokarno sekaligus sebagai awal Era pemerintahan orde baru yaitu masa pemerintahan persiden Seoharto.
4. Periode 1966-1998
Pada mulanya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi penegakan HAM di Indonesia. Janji–janji Orde Baru tentang HAM mengalami kemunduran pesat pada tahu 1970-an hingga 1980-an. Setelah mendapat mandat konstitusional dari siding MPRS. Orde Baru menolak ham dengan alasan HAM dan Demokrasi merupakan produk barat yang individualistik yang militeristik. Bertentangan dengan prinsip lokal Indonesia yang berprinsip gotong-royong dan kekeluargaan.
5. Periode paska orde baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia, setelah terbebas dairi pasungan rezim Orde baru dan merupakan awal datangnya era demokrasi dan HAM yang kala itu dipimpin oleh Bj.Habibie yang menjabat sebagai wakil presiden. Pada masa pemerintahan Habibie misalnya perhatian pemerintah terhadap pelaksanan HAM mengalami perkembangan yang sangat segnifikan, lahirnya TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator pemerintah era reformasi.
Komitmen pemerintah juga ditunjukan dengan pengesahan tentang salah satunya, UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, pengesahan UU No.23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
C. Bentuk-bentuk HAM
Secara operasional, beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut:
1. Hak untuk hidup
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak mengembangkan diri
4. Hak memperoleh keadilan
5. Hak atas kebebasan pribadi
6. Hak atas rasa aman
7. Hak atas kesejahteraan
8. Hak turut serta dalam pemerintahan
9. Hak wanita
10. Hak anak
Hak dan Kewajiban
Hak kebebasan harus diimbangi oleh kewajiban yang harus dilakukan oleh warga Negara. Hubungan antara hak dan kewajiban juga berlaku dalam hal hubungan antara warga Negara dan Negara atau pemerintah. Semua warga Negara memiliki hak mendapatkan rasa aman dari aparat Negara tanpa perbedaan status sosial, tetapi mereka pun berkewajiban membayar pajak pada Negara.
Hak tidak bisa dipisahkan dari kewajiban. Seseorang berhak untuk melakukan apapun kehendak dan cita-citanya, namun ia dibatasi oleh kewajiban untuk tidak melanggar hak orang lain untuk memperoleh ketenangan dan rasa aman. Dengan ungkapan lain, kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain untuk mendapatkan kebebasan yang sama. Keterbatasan inilah yang dicerminkan dalam keseimbangan antara hak dan kewajiban warga Negara. Seseorang bebas untuk beribadah menurut keyakinannya, tetapi sebagai warga Negara dia memiliki kewajiban untuk memelihara hak orang lain dalam mendapat ketenangan dan kenyamanan dari sikap dan pandangan keagamaannya.
Secara teoritis, keseimbangan antara hak dan kewajiban dapat dirujuk pada pandangan A. Gewirth maupun Joel Feinberg. Menurut mereka, hak adalah klaim yang absah atau keuntungan yang didapat dari pelaksanaan sebuah kewajiban. Hak diperoleh bila kewajiban terkait telah dilaksanakan.
Karenanya, hak tidak bersifat absolut, tetapi selalu timbal balik dengan kewajiban. Hak untuk hidup misalnya, akan dilanggar bila seseorang tidak melaksanakan kewajiban untuk tidak membunuh orang atau kelompok lain, karena hak dan kewajiban merupakan kesatuan yang tak terpisahkan, maka kita tidak akan memperoleh hak tanpa melaksanakan kewajiban atau dibebani suatu kewajiban oleh Negara tanpa ada keuntungan untuk memperolh hak sebagai warga Negara.
D. Hak Asasi Manusia antara Universalitas dan Relativitas
Subtasi Ham Bersifat Universal, Mengingat sifatnya sebagai pemberian Tuhan, Dunia tidak pernah sepi dari perdebatan dalam pelaksanaan HAM. Setiap Negara sepakat dengan prinsip universal HAM. tetapi memiliki perbedaan pandangan dan cara pelaksanaan HAM. Hal demikian sering kali disebut dengan istilah wacana universalitas dan lokalitas atau partikularitas HAM. Partikularitas HAM terkait dengan kekhususan yang dimiliki suatu Negara atau kelompok sehingga tidak sepenuhnya dapat melaksanakan Prinsip-prinsip HAM universal. kekhususan tersebut biasa saja bersumber pada kekhasan nilai budaya, agama, dan tradisi setempat, Misalnya, hidup serumah tanpa ikatan nikah (kumpul kebo) atau berciuman di muka umum dalam perspektif HAM diperbolehkan, tetapi tradisi ajaran dalam islam memvonis keduanya sebagai praktik yang diharamkan. Hal serupa dapat dianalogikan pada masalah prinsip kebebasan beragama setiap orang yang dijamin oleh HAM. Namun, prinsip universal kebebasan berkenyakinan ini menjadi gugur mana kala setiap pemeluk agama mengajarkan dan menyebarkan ajaran agamanya kepada keluarga dan anggota kelompoknya sebagai pelaksanaan ajaran agama yang diyakininya. Contoh tersebut tidak dapat digolongkan ke dalam pelanggaran HAM sepanjang unsur-unsur yang terlibat tidak dirugikan hak dasarnya sebagai manusia.
Perdebatan antara universalitas dan pratikular HAM tercemin dalam dua teori yang saling berlawanan: teori relativisme cultural dan teori universalitas HAM. Teori relativisme cultural berpandangan bahwa nilai-nilai moral dan budaya bersifat particular. Para penganut teori ini berpendapat bahwa tidak ada hak yang universal, semua tergantung pada kondisi social kemasyarakat yang ada. Hak-hak dasar biasa diabaikan atau disesuaikan dengan praktik-praktik social. Oleh karenanya , ketika berbenturan dengan nilai-nilai lokal maka HAM harus dikontektualisasikan, sehingga nilai-nilai moral HAM bersifat lokal dan spesifik dan hanya berlaku khusus pada suatu Negara lain. Di sisi lain kelompok kedua yang berpegang pada teori radikal universalitas beragumen bahwa perbedaan kebudayaan bukan berarti membenarkan perbedaan konsepsi HAM. dan perbedaan pengalaman historis dan system nilai tidak meniscanyakan HAM dipahami secara berbeda dan diterapkan secara berbeda pula dari suatu kelompok ke klompok budaya lain. Teori radikal universalitas berpandangan bahwa semua nilai termasuk nilai-nilai HAM adalah bersifat universal dan tidak bias dimodifikasi untuk menyesuiakan adanya perbedaan budaya dan sejarah suatu Negara. ini menganggap hanya ada satu paket pemahaman mengenai HAM berlaku secara universal.
E. Pelanggaran-pelanggaran dalam HAM
Pelanggaran HAM dikelompokan pada dua bentuk yaitu: pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan.
Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusian. Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari dua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnakan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara:
1. membunuh anggota kelompok
2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok
3. menciptakan kondisi kehiduan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagainya
4. memasakan tindakan –tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran didalam kelompok
5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke klompok yang lain
Sedangkan kejahatan kemanusian adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahui bahwa serangan tersebut ditunjukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa:
1. pembunuhan
2. pemusnahan
3. pengusiran atau memindah penduduk secara paksa
4. perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (azas-azas) ketentuan pokok hokum internasional
5. penyiksaan
6. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan lain yang setara
7. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik , ras, kebangsaan, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan yang lain yang elah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hokum internasional
8. kejahatan ampartheid, penindasan dan dominasi suau kelompok ras lain untuk mempertahankan dominasi dan kekuasaanya.
F. Islam dan HAM
Islam adalah agama universal yang mengajarkan keadilan bagi semua manusia tanpa pandang bulu. Ajaran islam mengandung unsur-unsur keyakinan (akidah), ritual (ibadah), dan pergaulan social (mu;amalat). Dimensi akidah memuat ajaran tentang keimanan, dimensi ibadah memuat ajaran tentang mekanisme pengabdian manusia terhadap Allah, sedangkan dimensi mu’amalat memuat ajaran tentang hubungan manusia denan sesama manusia dan dengan alam sekitar. Seluruh unsur-unsur ajaran tersebut dilandasi oleh ketentuan-ketentuan yang disebut dengan istilah syari’at (fiqih). Dalam konteks syari’at inilah terdapat ajaran tentang hak asasi manusia (HAM).
Sebagai agama kemanusiaan islam meletakkan manusia pada posisi yang sangat mulia. Manusia digambarkan didalam al-Qur’an sebagai makhluk yang paling sempurna dan harus dimuliakan. Bersandar dari pandangan kitab suci ini, perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam islam tidak lain merupakan tuntutan dari ajaran islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap pemeluknya. Bersikap adil terhadap manusia tanpa pandang bulu adalah esensi dari ajaran islam.
Menurut Islam, hak dan kewajiban adalah dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan satu dengan yang lain. Sebagai contoh, sekalipun islam melindungi hak seseorang atas kepemilikan property dan kekayaan, agama ini juga memerintahkan untuk mengeluarkan zakat yang salah satu tujuannya untuk melindungi hak hidup orang miskin. Bahwa dalam islam disebutkan bahwa dalam harta yang dimiliki oleh seseorang terdapat hak orang lain. Dengan demikian, dalam Islam hak yang kita miliki tidak bersifat absolut, melainkan selalu dibatasi oleh hak orang lain dan tergantung pada pemenuhan kewajiban oleh orang lain.
Wacana HAM bukanlah sesuatu yang baru dalam sejarah peradapan Islam. Bahkan para ahli mengatakan bahwa wacana tentang HAM dalam Islam jauh lebih awal dibandingkan dengan konsep HAM yang muncul di Barat. Menurut mereka, Islam datang dengan membawa pesan universal HAM. Konsepsi Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam, al-Qur’an dan Hadist. Keduanya adalah sumber normatif. Praktek HAM juga dapat dijumpai pada praktek kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad SAW, yang dikenal dengan sebutan sunnah Nabi Muhammad. Tonggak sejarah Islam sebagai agama yang memili komitmen sangat tinggi kepada hak asasi manusia secara universal dibuktikan dengan deklarasi Nabi Muahammad di Madinah yang biasa dikenal dengan nama Piagam Madinah.
Menurut tingkatannya, terdapat tiga bentuk hak asasi manusia dalam Islam. Pertama, hak darury (hak dasar), sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hanya membuat manusia sengsara. Contoh sederhana hak ini adalah hak untuk hidup, hak atas keamanan, dan hak memiliki harta benda. Kedua, hak sekunder (hajy), yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat pada hilangnya hak-hak dasarnya sebagai manusia. Misalnya, jika seseorang kehilangan haknya untuk memperoleh sandang pangan yang layak, maka akan berakibat hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakin hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder.
Dalam lapangan social, Islam menekankan kemuliaan manusia berdasarkan pada peran sosialnya. Kualitas manusia menurut islam diukur dari tingkatan kebermanfaatannya seseorang bagi seseorang sekitarnya. Dalam suatu hadist, Nabi bersabda “sebaik-baiknya muslim adalah individu yang mampu menjadikan saudaranya merasa aman dari (kejahatan) tangan dan perkataan”. Jika demikian, Islam tidak lain adalah agama HAM.
PENUTUP
A. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM.
B. Saran
Sebagai makhluk social kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain.
0 Response